Indonesia akan Memanfaatkan Nilai Ekonomi Karbon sebagai Sumber Pendapatan Baru

Indonesia akan Memanfaatkan Nilai Ekonomi Karbon sebagai Sumber Pendapatan Baru

Indonesia akan Memanfaatkan Nilai Ekonomi Karbon sebagai Sumber Pendapatan Baru

Liga335 daftar, situs judi bola, situs sbobet – TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Eddy Soeparno meyakini bahwa nilai ekonomi karbon (NEK) akan menjadi sumber pendapatan baru bagi Indonesia. Menurutnya, NEK muncul sebagai pilar ekonomi baru di tengah upaya pemerintah menggenjot penerimaan dari pajak dan bea cukai.

Presiden Prabowo Subianto telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca. “Dengan terbitnya Perpres Nomor 110 Tahun 2025 ini, diharapkan ada percepatan dalam perdagangan karbon karena berbagai masalah yang selama ini menghambat kegiatan kita di sektor ekonomi karbon bisa diselesaikan,” kata Eddy kepada wartawan di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, pada Senin, 20 Oktober 2025. Ia menyebutkan bahwa peraturan baru ini juga mengatur perdagangan karbon internasional, perdagangan karbon luar negeri, dan perdagangan karbon swasta.

Selain itu Selain itu, kata Eddy, peraturan tersebut juga memperluas perdagangan karbon secara sektoral. Dengan demikian, perdagangan karbon tidak lagi terpusat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dengan demikian, kementerian lain-seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral-juga dapat berpartisipasi dalam perdagangan karbon.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa Perpres Nomor 110 Tahun 2025 memfasilitasi dan memperjelas ketentuan mengenai nilai ekonomi karbon. Selain itu, Perpres 110/2025 juga menunjuk Menko Pangan untuk mengkoordinasikan pelaksanaan instrumen NEK melalui Komite Pengarah. “Karena ini membuka ruang (untuk lintas sektor), Kementerian Kehutanan bisa, Kementerian Lingkungan Hidup bisa, Kementerian Pertanian bisa, Pemda bisa, jadi difasilitasi,” kata Zulhas di kantor Kemenko PMK, Jakarta, pada hari Senin (20/10).

20 Oktober 2025. Dalam peraturan NEK, pemerintah mengakui unit karbon non-Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE-GRK) atau pasar sukarela. Sejauh ini, ada dua jenis pasar dalam perdagangan karbon.

Selain pasar karbon sukarela, ada juga pasar karbon wajib yang dicatat sebagai Kontribusi yang Diniatkan Secara Nasional (NDC). Pasar karbon sukarela memungkinkan perusahaan atau individu untuk membeli kredit karbon secara sukarela tanpa tujuan NDC. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hanif Faisol mengatakan bahwa ketika Indonesia meluncurkan pasar karbon domestik dengan skema pasar kepatuhan pada bulan September 2023, peminatnya sangat sedikit.

Hal yang sama juga terjadi ketika pasar karbon internasional dibuka pada 22 Januari 2025. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga September 2025, total volume transaksi di bursa karbon Indonesia hanya sebesar 1.606.

056 ekuivalen CO2 dengan nilai akumulasi sebesar Rp78,46 miliar. “Jadi, suka atau tidak suka, kita harus berkolaborasi melalui mutual recognition agreement (MRA). Kami telah melakukan MRA dengan lima pasar sukarela utama, seperti Gold Standard, Plan Vivo, Verra, GCC, dan Pure Earth,” ujar Hanif dalam acara Peluncuran Buku dan Seminar Mewujudkan Harga Karbon Berintegritas Tinggi di Indonesia di Jakarta, pada hari Rabu (15/10).